
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan
umum di Provinsi Sumatera Selatan mempuanyai luas 2,5 juta hektar. Daerah
Aliran Sungai Musi bagian tengah yang sebagian besar merupakan daerah rawa
banjiran (flood plain) adalah daerah
produksi ikan utama di Provinsi Sumatera Selatan dengan potensi perikanannya
sebesar 50 kg/ha/tahun (Makmur, 2003). Salah satu ikan rawa yang memiliki
potensi untuk dikembangkan adalah ikan gabus (Channa striata). Ikan gabus (Channa striata) merupakan
salah satu jenis ikan perairan umum yang bernilai ekonomis tinggi karena sangat
digemari masyarakat baik dalam bentuk basah maupun olahan. Karena penggunaan
ikan gabus sangat tinggi dan belum dapat dipenuhi maka harga ikan gabus dapat
mencapai Rp 40.000 per kilogram (Fitriliyani, 2005).
Kebutuhan ikan gabus yang demikian besar
jumlahnya, masih tergantung dari penangkapan di alam. Intensitas penangkapan
yang tinggi menyebabkan ketersediaan
ikan ini menjadi terbatas, sedangkan usaha budidaya ikan gabus belum
berkembang di Indonesia. Pengembangan budidaya ikan gabus mengalami kendala
karena pemijahan ikan gabus bersifat musiman. Penanganan secara hormonal
merupakan sala satu alternatif untuk mengatasi masalah ini, hormon yang dapat
digunakan untuk merangsang perkembangan gonad adalah hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) yang mampu
mempercepat ritme hormon endogenous yang
akan menentukan siklus aktivitas ovari, yaitu
mempengaruhi pembentukan hormon
testosteron. progresteron, 17α-Metiltosteteron, 20β-Hidroksidehidrogenase selama
dalam proses pematangan gonad (Babiker dan Ibrahim, 1978 dalam Nurmahdi, 2005).
Penelitian mengenai penggunaan hormon HCG
untuk pematangan gonad pada ikan sudah pernah dilakukan, antara lain, pada ikan
balashark (Balantiochelus melanopterus
Blkr) (Muchlis, 1997) menunjukan bahwa hormon HCG dosis 250 IU per kg bobot
tubuh menghasilkan nilai indeks kematangan gonad tertinggi sebesar 1,64%.
Penelitian Nurmahdi (2005) tentang pengaruh penggunaan hormon HCG dengan dosis
0, 100, 200, 300 dan 400 IU per kg bobot tubuh terhadap perkembangan gonad ikan
baung (Hemibagrus nemurus Blkr)
menunjukan bahawa pemberian hormon HCG dapat mempercepat proses pematangan
gonad dari kondisi salin sampai matang dalam waktu empat minggu, dapat
meningkatkan nilai indeks kematangan gonad dari 1,88% menjadi 14,59%, dapat
meningkatkan diameter telur dari 1,30 mm menjadi 1,49 mm dan dapat meningkatkan
jumlah kematangan telur 77,39%, dosis yang terbaik adalah 300 IU per kg bobot
tubuh.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktik lapangan
ini adalah untuk mengetahui tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas dan diameter telur
ikan gabus betina yang
disuntik dengan hormon HCG.
1.3. Kegunaan
Adapun
kegunaan dari praktik lapangan ini untuk mendapatkan informasi
tentang ikan gabus
yang disuntik dengan hormon HCG.

TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Gabus (Channa striata)
Menurut Cholik
(2005) klasifikasi ikan gabus adalah
sebagai berikut :
Ikan
gabus memiliki ciri–ciri bentuk
tubuh ikan memanjang, berkepala besar agak gepeng mirip kepala ular (sehingga
dinamai Snakehead), dengan sisik-sisik besar di atas kepala dan
permukaannya kasar. Sirip punggung panjang yang dasarnya mencapai pangkal ekor,
dan bagian perut (abdominal) berwarna putih. Sirip ekor berbentuk bundar
(Kottelat et al., 1993 dalam
Bijaksana, 2004).
Ikan
ini berukuran besar, dapat tumbuh hingga mencapai panjang 1 m
dengan tubuh bulat memanjang. Sirip
punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya. Sisi atas tubuh dari
kepala hingga ekor berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah
tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal (striata,
be rcoret-coret) yang agak kabur. Warna
ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut besar, dengan gigi-gigi
besar dan tajam. Ikan ini hidup di muara-muara sungai dan
danau (Susanto, 2006).
Menurut
Cholik et al., (2005) ikan gabus juga
memiliki organ tambahan untuk pernafasan atau pengambilan oksigen dari udara
secara langsung. Sisi badan ikan gabus mempunyai pita berbentuk “<” mengarah
ke depan, dan memiliki sisik antara gurat sisi dan pangkal jari-jari sirip
punggung bagian depan.
2.2.
Habitat dan Penyebaran
Menurut Muslim (2007)
habitat ikan gabus adalah
perairan rawa banjiran yang lebih dikenal dengan istilah lebak lebung. Susanto (2006)
menyatakan ikan ini cenderung memilih tempat yang gelap, berlumpur, berarus
tenang, atau wilayah bebatuan untuk
bersembunyi serta hidup di sungai, rawa
dengan kedalaman 40 cm, dan menyukai perairan yang dangkal.
Penyebaran ikan ini
berada di wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, India, Indocina,
Srilanka, Filipina dan Cina. Di Kalimantan Selatan terdapat hampir di
semua jenis perairan umum (rawa pasang surut, sungai kecil dan waduk). Habitat
ikan ini di lahan basah Sungai Nagara Kalimantan Selatan dan sungai-sungai
kecil, danau maupun rawa (Susanto, 2006).
2.3. Kebiasaan Makan
Ikan
gabus termasuk golongan karnivora. Jenis
pakan yang disukai adalah ikan-ikan kecil, cacing, atau organisme lainnya. Ikan
ini bisa memakan makanan dalam jumlah yang besar setiap harinya (Susanto,
2006). Pada masa larva ikan gabus
memakan zooplankton seperti Daphnia sp. dan
Cyclops, pada ukuran benih makanannya
berupa serangga, udang, dan ikan kecil. Pada
ukuran dewasa memakan ikan, udang, serangga, katak dan cacing (Muflikhah et al.,
2008).
Menurut
Kordi (2009) makanan untuk ikan gabus yang dipelihara berupa ikan-ikan kecil.
Dari hasil penelitian Suryanti et al., (1997) dalam Kordi (2009) menyatakan bahwa ikan gabus yang diberi pakan
pelet dengan kandungan protein pakan 35% merupakan protein yang menghasilkan
pertambahan bobot tertinggi. Namun dibandingkan dengan pertambahan bobot ikan
bagus yang diberi ikan rucah, pertambahan bobot ikan yang diberi pelet masih
rendah. Secara visual ikan yang diberi pelet masih mempunyai kekurangan, yaitu
mempunyai kandungan lemak tinggi, terutama dibagian perut sehingga tekstur
dagingnya tidak seperti ikan gabus yang diberi pakan ikan rucah, yaitu kenyal.
2.4.
Biologi Reproduksi Ikan Gabus
2.4.1.Tingkat kematangan Gonad
Dasar yang ditentukan untuk menentukan tingkat
kematangan gonad dengan cara morfologi adalah bentuk, ukuran panjang dan berat,
warna dan diameter telur. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak
diperhatikan daripada ikan jantan, karena perkembangan diameter telur yang
terdapat dalam gonad ikan betina lebih mudah dilihat daripada sperma yang
terdapat dalam testis (Effendie, 2002).
Menurut Utomo et al.(1992) Chen
(1976) dalam Makmur (2003), ikan
gabus dan jenis ikan rawa lainnya melakukan pemijahan diawal atau pertengahan
musim hujan. Berdasarkan Kartamihardja (1994) dalam Makmur (2003), yang melakukan penelitian di Waduk Kedungombo
Jawa Tengah diperoleh indeks kematangan gonad ikan gabus betina meningkat mulai
dari 1,16% pada tingkat kematangan I samapai mencapai 4,15% pada tingkat
kematangan V yang kemudian menurun tajam ppada tingkat kematangan VI, yang
menunjukan penurunan berat gonad karena terjadinya pelepasan telur saat
memijah.
Tingkat kematangan gonad ikan secara morfologi menurut Kesteven (Bagenal
dan Braum, 1968) dalam Effendie
(2002) adalah :
1.
Dara
Organ seksual sangat kecil berdekatan dibawah tulang
punggung. Testis dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai abu-abu. Belum
terbentuk telur.
2.
Dara berkembang
Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Telur
terlihat dengan kaca pembesar.
3.
Perkembangan I
Testis dan ovarium bentuknya bulat telur,
kemerah-merahan dengan pembuluh darah kapiler. Mengisih kira-kira setengah
ruang kebagian bawah. Telur dapat terlihat oleh mata seperti serbuk putih.
4.
Perkembangan II
Testis putih kemerah-merahan. Tidak ada pati jantan
atau sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye
kemerah-merahan. Telur dapat jelas dibedakan, bentuknya bulat telur. Ovarium
mengisi kira-kiradua per tiga ruang bawah.
5.
Bunting
Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis warnanya
putih. Telur bentuknya bulat, beberapa daripadanya jernih dan masak.
6.
Mijah
Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan.
Kebanyakan telurnya berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur
tinggal dalam ovarium.
7.
Mijah/Salin
Belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang
bentuknya bulat telur.
8.
Salin
Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah.
Beberapa telur dalam keadaan sedang dihisap kembali.
9.
Pulih Salin
Testis dan ovarium jernih, abu-abusamapai merah.
2.4.2. Indek Kematangan Gonad
Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akan
memijah kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan
berlangsung sampai dengan selesai (Effendie, 2002).
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
adalah suatu nilai dalam persen sebagai perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Ketika
ikan dewasa secara seksual, produksi seks akan matang dan kegiatan reproduksi
akan berlangsung. Banyak faktor yang mempengaruhi peristiwa ini yaitu faktor
internal yang berasal dari diri ikan, yaitu meliputi jenis ikan dan
hereditasnya, makanan dan faktor fisiologi yang hakikatnya sangat sulit
dipisahkan dari hereditasnya. Sedangkan faktor eksternal adalah lamanya
penyinaran, suhu dan naiknya permukaan air pada musim penghujan
(Effendie,2002).
Secara keseluruhan nilai indeks kematangan gonad
ikan gabus berkisar antara 0,01% sampai 4,83%, indeks kematangan gonad ikan
dipengaruhi oleh bobot gonad. Bobot
gonad ikan gabus cenderung naik dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad
(Makmur, 2003).
2.4.3. Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum
dikeluarkan pada saat ikan akan memijah. Jumlah telur ikan yang terdapat pada
ovari ikan dinamakan fekunditas mutlak. Sedangkan jumlah telur per satuan berat
atau panjang ikan disebut fekunditas nisbi dan fekunditas ikan selama hidupnya
disebut fekunditas total (Effendie, 2002).
Perhitungan fekunditas adalah perhitungan terhadap
gonad ikan yang sudah masak yang diperkirakan tidak lama lagi akan berpijah.
Dalam kenyataannya sering dilakukan terhadap ikan yang gonadnya belum masak benar
tetapi butir telur ikan tersebut sudah dapat dipisahkan. Bila demikian maka
sebaiknya tingkat kematangan gonad ikan dinyatakan dengan tepat agar mendapat
gambaran sebenarnya terutama kalau dihubungkan dengan parameter lainnya
(Effendie, 2002).
Menurut Kartamihardja (1994) dalam Makmur (2003), yang melakukan
penelitian biologi reproduksi populasi ikan gabus di Sumatera Selatan, ikan
tersebut memijah dengan perbandingan kelamin jantan dan betina 1:1. Fekunditas
ikan gabus yang dihitung dari 24 individu dengan kisaran panjang total antara
18,5 – 50,5 cm, kisaran bobot antara 60 – 1020 gram dan bobot gonad antara 2,70
– 16,02 gram, fekunditas berkisar antara 2585 – 12880 butir. Fekunditas
tersebut lebih banyak dari rata-rata fekunditas ikan gabus yang terdapat di
rawa-rawa Pekanbaru Riau yang berkisar antara 1190 – 11307 butir telur. Hal ini
dikarenakan ikan gabus yang diteliti di rawa-rawa Pekanbaru lebih kecil yaitu
panjang antara 165 – 360 mm dengan bobot antara 35 – 375 gram dan bobot gonad
antara0,82 – 7,84 gram.
2.4.Human Chorionic Gonadotropin
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) merupakan hormon
gonadotropin yang disekresikan oleh wanita hamil dan disintesis oleh sel-sel sintitio tropoblas dari plasenta dan
mempunyai bobot molekul 38600 Dalton. Hormon HCG terdiri dari dua rangkaian
rantai peptide atau subunit, yaitu alpha yang mengandung 92 asam amino dan beta
145 asam amino (Liebermanm, 1995 dalam
Adi, 1999).
Menurut Siregar (1999), HCG adalah hormon gonadotropin yang merupakan glikoprotein
yang berasal dari darah maupun urin wanita hamil yang dihasilkan oleh
jaringan plasenta. Sebagai gonadotropin,
HCG langsung kerja pada tingkat gonad untuk menginduksi pematangan gonad akhir
dan ovulasi. Pengaruh HCG lebih cepat daripada GnRH, namun sirkulasinya dalam
tubuh ikan lebih pendek. Hasil
Penelitian Siregar (1999) menunjukan bahwa penyuntikan HCG pada Jambal siam
secara periodik dapat menstimulasi pematangan gonad baik bobot 1000 gram (dosis
50 IU) maupun 500 gram (dosis 200 IU).
Kemampuan hormon HCG dalam
merangsang perkembangan diameter telur dan gonad telah diuji juga oleh Watanabe
et al. (1995) dalam Nurmahdi (2005)
dengan menggunakan HCG dengan dosis 500 IU per kg bobot tubuh pada ikan kerapu
(Epinephelus striatus). Pemberian HCG
dapat meningkatkan diameter telur dari 524 – 708 µm menjadi 752 – 945 µm,
sedangkan adanya penyuntikan HCG 100 – 500 IU per kg bobot tubuhpada Clariasma crocephalus dapat meningkatkan
diameter telur dari 1196 ± 31 µm menjadi 1458± 12 µm.
Hasil penelitian Nurmahdi (2005) pemberian hormon
HCG dapat meningkatkan perkembangan diameter telur, Indek Gonado Somatik (IGS)
dan kematangan telur ikan baung. Pemberian hormon HCG dengan dosis yang sesuai
kebutuhan ikan akan menghasilkan ketersediaan hormon estradiol-17β dalam darah sesuai dengan yang dibutuhkan dalam
proses reproduksi dan selanjutnya akan menghasilkan perkembangan diameter telur
dan gonad serta kematangan telur.

PELAKSANAAN PRAKTEK
LAPANGAN
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktik
lapangan ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2016 di Unit
Pembenihan Rakyat (UPR) Batanghari
Sembilan komplek perumahan griya sejahtera blok C3 no.1 Desa Tanjung pering
Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan lIir.
3.2. Bahan dan Metoda
3.2.1. Bahan
Adapun
bahan yang akan digunakan selama Praktik Lapangan disajikan
pada Tabel 3.1 berikut ini :
Tabel 3.1. Bahan
selama Praktik Lapangan
No
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1
|
Induk ikan gabus betina
|
Bobot
85-105 gram per ekor
|
Ikan uji
|
2
|
HCG
|
300 IU
per ml
|
Perangsang pematangan gonad
|
3
|
Benih ikan nila
|
Bobot
0,5-1 gram per ekor
|
Pakan ikan uji
|
Adapun alat yang akan
digunakan selama Praktik Lapangan disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini :
Tabel 3.2. Alat
selama Praktik Lapangan
No
|
Alat
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1
|
Timbangan digital
|
Ketelitian 0,1 gram
|
Untuk menimbang bobot ikan
|
2
|
Timbangan digital
|
Ketelitian 0,01 gram
|
Untuk menimbang bobot gonad
ikan
|
3
|
Syringe
|
Volume 1 ml
|
Untuk menyuntk HCG ke ikan gabus
|
4
|
Waring
|
1m x 1m x 1m
|
Tempat pemeliharaan gabus
|
5
|
Cawan Petri
|
Diameter 90 mm
|
Tempat menampung telur
|
6
|
Mistar
|
Ketelitian 0,1 cm
|
Untuk mengukur panjang ikan
|
7
|
Mikroskop
|
Okuler 10x dan Objektif 40x
|
Untuk mengamati ukuran diameter telur
|
8
|
Alat bedah
|
-
|
Untuk membedah ikan
|
9
|
Mikro pipet
|
Ketelitian 0,01 ml
|
Untuk mengukur volume HCG
|
10
|
Gelas objek
|
-
|
Tempat meletakan telur saat
diamati dimikroskop
|
11
|
Mikrometer
|
-
|
Untuk mengetahui diameter telur
|
3.2.2. Metoda
3.2.2.1. Seleksi Ikan Uji
Ikan
gabus betina diseleksi dengan melihat kelengkapan anggota tubuh,tidak cacat,
tidak luka dan berat 85-105 gram, ikan gabus yang digunakan memiliki tingkat
kematangan gonad tahap I yaitu dara, untuk mengetahui ikan tersebut memiliki
tingkat kematangan gonad tahap I. Menurut Kesteven (1968) dalam Effendie (2002) menyatakan TKG I adalah organ seksual sangat
kecil berdekatan dibawah tulang punggung, ovarium transparan, dari tidak
berwarna sampai berwarna abu-abu, telur belum terbentuk.
3.2.2.2.
Penyuntikan HCG
Ikan
gabus disuntik dengan hormon HCG, dosis penyuntikan 300 IU per kg bobot ikan.
Penyuntikan dilakukan dibawah sirip punggung dengan kemiringan jarum suntik 450
ke arah kepala, penyuntikan dilakukan 1 kali. Sebelum disuntik
kepala ikan ditutup dengan kain basah untuk mengurangi stres. Penyuntikan
dilakukan pada sore hari jam 16:00 WIB, untuk meminimalisir tingkat stres pada
ikan.
3.2.2.3.
Pemeliharaan Ikan uji

3.2.2.4.
Pembedahan Ikan Uji
Setelah
30 hari pasca penyuntikan hormon HCG, ikan gabus dibedah untuk diamati tingkat
kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas mutlak dan diameter
telur.
3.2.3.
Parameter Yang Diamati
Parameter-parameter
yang diamati dalam praktek lapangan ini adalah :
3.2.3.1.
Tingkat kematangan Gonad
Tingkat
kematangan gonad diamati secara morfologi, yang terdiri atas bentuk gonad,
warna gonad, ukuran panjang dan berat gonad (Effendie, 2002). Indeks kematangan
gonad dan diameter telur dianalisis juga untuk menentukan tingkat kematangan
gonad.
3.2.3.2.
Indeks Kematangan Gonad
Nilai
indeks kematangan gonad dihitung berdasarkan Effendie (1979) dengan persamaan
sebagai berikut :

Keterangan :
IKG : Indeks kematangan gonad
Bg : Bobot gonad (gram)
Bt : Bobot ikan total (gram)
3.2.3.3.
Fekunditas Mutlak
Fekunditas
mutlak dihitung dengan cara gavimetrik, berdasarkan Effendie (1979), dengan
rumus : X/x = G/g
![]() |

x = Jumlah telur dari sebagian kecil gonad
(diketahui) (butir)
G = Bobot (gram)
seluruh gonad
3.2.3.4.
Diameter Telur
Diameter
telur ikan diukur sebanyak 100 butir telur untuk 1 ikan sampel. Alat untuk
mengukur diameter telur berupa mikroskop binokuler yang telah dilengkapi
mikrometer. Hasil pengukuran diameter telur dibawah mikroskop dikonversikan
menggunakan rumus Cindelaras (2005) dalam
Saleh (2009) :
A
= B/0,4 x 0,01 mm
Keterangan :
A = Ukuran sebenarnya (mm)
B = Angka yang terbaca pada mikrometer
0,4 = Perbesaran lensa objektif 40x
0,01 = Nilai
dari satuan yang ada pada preparat
3.2.3.5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari praktik lapangan merupakan data primer dan
sekunder dianalisa secara deskriptif dan disajikan
dalam bentuk tabel dan dilaporkan dalam bentuk poster.
![]() |
|||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar